Karawang | Versitnews.com-Gejolak di Kabupaten Karawang terus memanas. Setelah rapat dengar pendapat (RDP) Senin (20/20/2025) di Komisi IV DPRD Karawang berubah panas akibat sikap arogan Kepala Dinas Kesehatan, kini situasi berbalik tajam. DPD Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (Akpersi) Jawa Barat secara resmi melayangkan surat mosi tidak percaya terhadap Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang. Langkah ini dinilai sebagai bentuk protes keras atas pelecehan etika publik dan matinya transparansi dalam pelayanan kesehatan.
Tak lama berselang, Aliansi Masyarakat Penegak Supremasi Hukum (AMPUH) langsung menyatakan dukungan penuh terhadap langkah tegas tersebut.
Melalui pernyataannya, Koordinator Wilayah AMPUH Jawa Barat, Nendi, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan diam menghadapi pejabat yang “merasa kebal kritik dan kehilangan rasa hormat terhadap rakyat.”
“Kami dari AMPUH menilai Kepala Dinas Kesehatan Karawang sudah melampaui batas etika birokrasi. Ia bukan hanya arogan, tapi juga menutup diri dari kontrol publik. Pejabat seperti ini tidak layak memimpin sektor vital seperti kesehatan. Kalau merasa diri raja kecil, lebih baik turun dari jabatannya sebelum rakyat yang menurunkan,” tegas Nendi dengan nada tajam.
Nendi menambahkan, AMPUH siap turun ke jalan jika dalam dua pekan terhitung hari ini Rabu (22/10/2025) jika tidak ada langkah konkret dari Bupati Karawang maupun Gubernur Jawa Barat.
”Jangan uji kesabaran publik. Kami tidak akan membiarkan arogansi menjadi budaya baru di pemerintahan daerah,” ujarnya.
Isu Mosi dan Tuntutan Tegas Akpersi Jabar
Dalam surat bernomor 014/MOSI/DPD-AKPERSI/JBR/X/2025, yang ditujukan langsung kepada Bupati Karawang H. Aep Saepuloh, S.E., Akpersi menyoroti tiga pelanggaran mendasar:
1. Sikap arogan dan tidak etis Kepala Dinas Kesehatan saat forum resmi dengan DPRD dan publik.
2. Kegagalan menghadirkan dokumen audit resmi atas dugaan malapraktik RS Hastein Rengasdengklok, meski sebelumnya disebut “sudah final.”
3. Pelanggaran terhadap UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, serta Kode Etik ASN.
Tiga Tuntutan Resmi Akpersi Jabar
1. Menonaktifkan Kepala Dinas Kesehatan Karawang dan melakukan evaluasi total terhadap jajarannya.
2. Memberikan klarifikasi tertulis dalam waktu 14 hari serta menyerahkan dokumen audit investigasi medis kepada DPRD dan publik.
3. Apabila tidak ada respons, Akpersi akan melaporkan kasus ini ke Komisi ASN, Ombudsman RI, dan Kementerian Kesehatan RI.
Ketua DPD Akpersi Jabar: Ini Bukan Kritik, tapi Ultimatum!
Ketua DPD Akpersi Jawa Barat, Ahmad Syarifudin, C.BJ., C.EJ., menegaskan bahwa mosi ini bukan gertakan, melainkan peringatan keras dan sah secara kelembagaan.
“Kami tidak bermain-main. Ini bukan sekadar kritik, tapi ultimatum resmi. Kepala Dinas Kesehatan Karawang telah mempermalukan dirinya sendiri di hadapan publik. Kami akan dorong penegakan disiplin ASN hingga ke tingkat kementerian,” tegas Ahmad Syarifudin.
Ia menambahkan, jika dalam dua minggu tidak ada klarifikasi resmi, laporan ke KASN, Ombudsman RI, dan Kementerian Kesehatan akan segera dilayangkan.
“Akpersi berdiri di sisi publik, bukan di belakang pejabat arogan. Rakyat sudah jenuh dengan birokrat yang merasa tak tersentuh hukum,” tandasnya.
Di sisi lain, Feri Maulana, mewakili media Karawang Bicara yang turut hadir dalam forum tersebut, menyoroti aspek penting dalam pelayanan medis yang disebutnya telah diabaikan.
”Kalau bicara prosedur medis dan standar pelayanan, pasien pascaoperasi besar tidak seharusnya langsung dipulangkan. Apalagi jika masih berisiko tinggi. Dalam hal ini, kami melihat adanya kelalaian dalam penilaian kondisi pasien dan pengabaian terhadap hak-hak peserta BPJS,” ujarnya.
Feri juga menyoroti lemahnya komunikasi antara pihak rumah sakit dan keluarga pasien. Menurutnya, keluarga tidak mendapatkan penjelasan yang memadai tentang kondisi korban maupun prosedur yang dijalani.
“Keluarga tidak diberi penjelasan yang detail soal tindakan medis yang dilakukan. Bahkan soal perawatan luka pun tidak dijelaskan secara detail,” jelasnya.
Ia menambahkan, keluarga tidak memiliki akses terhadap rekam medis korban, sehingga sulit memastikan apa yang sebenarnya terjadi di ruang operasi.
Rekam medis itu sepenuhnya dikuasai pihak rumah sakit. Publik tidak bisa mengakses, padahal itu penting untuk menegakkan transparansi dan memastikan akuntabilitas pelayanan kesehatan,” tegasnya.
Catatan Akhir: AMPUH dan Akpersi Jabar, Dua Lembaga, Bersama KARAWANGBICARA siap untuk mengawal proses sampai titik kebenaran.
Surat mosi ini ditembuskan kepada Ketua Umum DPP Akpersi, Gubernur Jawa Barat, Menteri Kesehatan RI, dan Ketua DPRD Kabupaten Karawang. Langkah kolaboratif antara AMPUH dan AKPERSI Jabar serta KARAWANG BICARA menandai kebangkitan gerakan sipil di Jawa Barat dalam mengawal integritas dan akuntabilitas pejabat publik.
“Jabatan publik bukan tempat menumpuk kuasa,” Pungkas Nendi. “Siapa pun yang arogan di hadapan rakyat akan ditumbangkan oleh suara rakyat sendiri.”