masukkan script iklan disini
Karawang — Menanggapi berbagai laporan dan klaim yang berkembang di ruang publik terkait proyek normalisasi serta sengketa lahan yang kini ramai diperbincangkan, seorang tokoh masyarakat menyampaikan pandangan kritis dan penyeimbang agar polemik ini tidak liar dan tetap mengedepankan asas hukum serta objektivitas.
Tim Kuasa Hukum JABAR ISTIMEWA (JABIS) yang terdiri dari "Saripudin, S.H., M.H., Ujang Suhana, S.H., Pontas Hutahaean, S.H., dan Iwan Setiawan, S.H., M.H.", menyatakan bahwa penanganan perkara sengketa lahan harus ditempatkan dalam koridor hukum, bukan pada opini sepihak maupun tekanan publik yang tidak berdasar.
Tim JABAT ISTIMEWA (JABIS) menegaskan bahwa proses hukum harus berjalan objektif, tanpa intervensi dari pihak manapun, dan semua klaim atas tanah harus didukung dokumen legal formal yang sah, bukan asumsi atau pernyataan lisan belaka.
Tim JABIS juga menanggapi berbagai pernyataan dari pihak yang mencoba menggiring opini terkait proyek atau klaim kepemilikan, serta mendesak agar aparat penegak hukum bekerja secara profesional dan transparan.
“Penegakan hukum bukan ruang spekulasi, semua pihak harus sadar posisi dan wewenangnya,” tegas Saripudin. Rabu 19/11/2025.
“Kalau langsung mendorong agar kasus ini ditingkatkan ke penyidikan padahal baru sebatas laporan pengaduan, itu namanya mendahului proses hukum. Kita harus pahami bahwa semuanya masih tahap awal. Belum bisa disimpulkan atau diarahkan ke mana-mana,” ujar Saripudin.
Terkait proyek di atas lahan sengketa, Saripudin menyatakan bahwa pihak luar yang tidak mengetahui secara utuh dasar proyek tersebut sebaiknya tidak ikut berkomentar atau mengarahkan opini publik.
“Proyek ini memang terletak di lahan yang diklaim sebagai milik ahli waris, itu silakan dibuktikan melalui jalur hukum. Jangan membangun narasi seolah-olah proyek ini otomatis melanggar hukum tanpa pembuktian. Kalau memang ada salinan C, buktikan di pengadilan,” ujarnya.
“Selama tidak bisa menunjukkan dasar hukum proyek itu—baik apakah dari pemerintah daerah atau provinsi—maka tidak perlu mencampuri atau menyeret-nyeret ke wilayah politik. Karena substansinya jelas: laporan ini menyangkut dugaan penguasaan lahan milik klien kami secara tidak sah,” tandasnya.
Menanggapi perkembangan sengketa lahan yang kini mulai merambah ke ranah pelaporan hukum dan opini publik, Ujang Suhana menegaskan pentingnya semua pihak menghormati proses hukum yang sedang berjalan tanpa intervensi atau tekanan kepada penyidik.
Ujang Suhana.,S.H.,menambahkan, adanya tekanan kepada penyidik dari pihak luar agar segera menaikkan status laporan menjadi penyidikan justru bisa mencederai independensi penegakan hukum.
"Namanya juga laporan pengaduan. Belum tentu ada bukti permulaan yang cukup. Penyidik itu bekerja berdasarkan fakta dan alat bukti, bukan desakan pihak-pihak tertentu,” tegas Ujang.
Lebih lanjut, Ujang menyoroti pentingnya pembuktian legalitas tanah sebagai dasar utama dalam sengketa ini. Ia menyebut bahwa satu-satunya pihak yang bisa mematahkan klaim kepemilikan tanah adalah pihak yang memiliki bukti legal formal—dalam hal ini PGT (Pengelola Gedung dan Tanah) yang berwenang,"Ucap ujang
"Sementara itu. Pontas Hutahaean, S.H., juga meminta agar perkara ini disikapi secara bijak dan sesuai hukum, Ia juga menyayangkan pernyataan dari kuasa hukum pihak pelapor yang dinilai mendahului kewenangan penyidik.
“Dalam keterangannya, dia menyebut penyidik akan segera memanggil terlapor. Ini statement yang mendahului proses hukum. Apakah dia punya kapasitas menentukan arah penyidikan? Ini bisa menyesatkan publik,” tegasnya.
Selain itu,"Pontas menyoroti sikap kuasa hukum yang terlalu jauh mengomentari status proyek—apakah itu milik kabupaten atau provinsi.“Itu bukan ranahnya. Tugasnya mendampingi klien dalam proses hukum, bukan mengintervensi atau menggiring opini terhadap proyek pemerintah,” Tambah Pontas.
Ia menekankan bahwa klarifikasi seharusnya bersifat internal dan tidak diumbar ke publik sebelum ada hasil resmi dari pihak berwenang. Publik diminta tenang dan tidak terprovokasi oleh opini liar yang berpotensi mengganggu jalannya proses hukum yang sah,
Menanggapi perkembangan laporan terkait dugaan penguasaan lahan, Tim Kuasa Hukum JABIS meminta pihak pelapor untuk menahan diri dan tidak membentuk opini publik melalui pernyataan-pernyataan di media.
Pihak JABIS menekankan bahwa hingga saat ini proses masih dalam tahap penyelidikan dan belum ada keputusan hukum tetap, sehingga semua pihak diharapkan menghormati asas praduga tak bersalah.
“Kami tidak ingin klaim sepihak pelapor malah merugikan pihak lain yang belum tentu terbukti bersalah,” tutupnya.
(Red)

